Kamis, 08 September 2011

Taeater

(PERTEMUAN I)
Sejarah Perkembangan Drama dan Teater Indonesia

A.           Perkembangan tarap awal
Kegiatan ritual keagamaan (bersifat puitis, melafalkan mantra-mantra).
Pemvisualan dalam bentuk tari dan musik.
Jenis tontonan, pertunjukan, hiburan tetapi cerita bukan masalah utama, cerita berupa mitos atau legenda. Drama bukan cerita tetapi penyampaian cerita yang sudah ada.
Dilakukan oleh kalangan tertentu karena sebagai kegiatan yang khidmat dan serius.
Kekaguman terhadap pemain karena sifat supernatural.
Cerita bersifat sakral, maka diperlukan seorang pawang ada persyaratan dan aturan ketat bagi pemain dan penonton tidak boleh melanggar pantangan, pamali, dan tabu.
Sebagai pelipur lara.
Sebagai sarana mengajarkan ajaran agama  (Hindu, Budha, Islam).
Melahirkan kesenian tradisional. Ciri-ciri kesenian tradisional menurut Kayam 1981: 44 kesenian tradisional-termasuk didalamnya teater-yaitu bentuk kesenian yang yang hidup dan berakar dalam masyarakatdaerah yang memelihara suatu tradisi bidaya daerah, akan memiliki ciri-ciri ketradisionalan dan kedaerahan. Ciri-ciri kesenian tradisional, yang di dalam pembicaraan ini dimaksudkan sebagai teater tradisional, menurut Umar Kayam adalah:
a.       Ruang lingkup atau jangkauan terbatas pada lingkungan budaya yang mendukungnya.
b.       Berkembang secara perlahan sebagai akibat dari dinamika yang lamban dari masyarakat tradisional.
c.       Tidak spesialis.
d.       Bukan merupakan hasil kreativitas individu, tetapi tercipta secara anonim bersama dengan sifat kolektivitas masyarakat yang mendukungnya.
Sebagai konsekuensi kesenian tradisional, teater tradisional mempunyai fungsi bagi masyarakat. Fungsi yang dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnyalah yang menyebabkan salah satu faktor mengapa teater tradisional ini tetap bertahan di dalam masyarakatnya. Fungsi teater tradisional sebagaimana kesenian lainnya bagi masyarakat pendukungnya adalah seperti dirumuskan berikut ini:
a.         Sebagai alat pendidakan (topeng jantu dari Jakarta untuk nasehat perawinan/rumah tangga).
b.        Sebagai alat kesetiakawanan sosial.
c.         Sebagai sarana untuk menyampaikan kritik sosial.
d.        Alat melarikan diri sementara dari dunia nyata  yang membosanakan.
e.         Wadah pengembangan ajaran agama.

B.           Drama dan teater rombongan: seni pertunjukan “tanpa naskah”
Rombongan opera Abdoel Moeloek “opera lakon melayu dari Johor Malaysia”. Rombongan Abdoel Moeloek tidak bertahan lama karena :
Terlalu melayu sentris.
Bahasa, orkestra dan lakon hingga raja-raja melayu.
Tidak memperbaharui pertunjukannya.
Pada tahun 1891 di Surabaya didirikan opera melayu ”Komidi Stamboel oleh August Mahieu”. Ciri-cirinya sebagai berikut :
Antara dua babak ditampilkan suatu selingan yang mungkin berupa lelucon ”banyolan” ayau berupa nyayian.
Pada awal pertunjukan, saat layar dibuka untuk pertama kali, para pemain maju secara bergantian. Mereka memperkenalkan diri dengan cara membacakan beberapa bagian dari dialog tokoh yang akan diperankannya, atau mungkin juga dengan bernyanyi. Setelah itu baru seluruh pemain bersama-sama menghormat kepada penonton dan serempak kembali ke balik layar.
Dikarenakan pertunjukan tidak terikat pada naskah, maka para pemain berimprovisasi sebisanya. Akibatnya sering kali pertunjukan disisipi adegan-adegan yang kurang sopan.
3.      Pada tahun 1906 pendiri Komidi Stamboel meninggal :
a.       Selingan diisi dengan dansa-dansa barat.
b.      Cerita lebih realistis ”Nyai Dasima, Oey Tam Bahsia, Si Pitung”.
c.       ”Komedi Stamboel” berubah menjadi perkumpulan yang lebih kecil yaitu rombongan :
•        Komedi opera stamboel.
•        Opera pertama stamboel.
•        Wilhelmina.
•        Sinar bintang hindia.
•        Opera bangsawan.
•        Indera bangsawan.
•        Komidi bangsawan.
4.      Pada tahun 1926, tepatnya pada tanggal 21 Juni 1926, di Sidoarjo didirikan sebuah perkumpulan yang nama lengkapnya The Malay Opera Dardanella oleh seorang Rusia kelahiran Penang, Malaysia. Orang tersebut bernama Willy Klimanoff yang kemudian berganti nama dengan A. Piedro. Pendiri Dardanella ini merupakan anak dari pemain sirkuit kenamaan A. Klimanoff. Perubahan antara Dardanelladengan teater rombongan sebelumnya adalah, antara lain :
a.       Introduksi atau pengenalan seperti yang terdapat pada Komedie Stamboel atau juga sebelum komidi bangsawan dihilangkan. Pertunjukan langsung dimulai begitu layar untuk pertama kalinya dibuka.
b.      Nyanyian disampaikan hanya bila perlu. Sementara teater rombongan sebelumnya, sepertinya nyanyian itu merupakan hal yang wajib.
c.       Kebebasan improvisasi yang berlebih-lebihan dibatasi. Dalam pementasan pemain mulai diarahkan oleh seseorang yang pada saat sekarang ini dapat disebut peran sutradara.
Pertunjukan lebih sopan dibanding pertunjukan teater rombongan sebelumnya. Menendang atau menonjok kepala lawan main untuk menciptakan kesan lucu yang terkadang tidak sopan itu tidak ditemukan di dalam Dardanella.
Jumlah babak pada Dardanella lebih kecil, bahkan tidak mencapai jumlah sepuluh babak.
Akhirnya dalam sejarah drama dan teater rombongan dikenal suatu kelompok atau perhimpunan sandiwara yang disebut Himpunan Sandiwara Maya. Kelompok ini didirikan pada tanggal 27 Mei 1944 di Jakarta Himpunan Sandiwara Maya diketuai oleh Usmar Ismail. Untuk pertama kalinya sebuah kelompok seni pertunjukan secara eksplisit mencantumkan tujuan aktivitasnya. Adapun tujuan aktivitas kelompok Maya ini adalah ”Memajukan seni sandiwara pada khususnya, kebudayaan pada umumnya, dengan berdasarkan kebangsaan, kemanusiaan, dan ketuhanan.
Munculnya kelompok Maya, bersamaan dengan berkuasanya pemerintahan penjajahan Jepang di Indonesia. Namun begitu kebijakan yang ditetapkan pemerintahan penjajahan Jepang ternyata menciptakan situasi dan kondisi bagi majunya kelompok sandiwara ini antara lain :
a.       Adanya pusat kebudayaan Keimin Bunka Shidoso, yang oleh pemerintahan penjajahan Jepang diberikan kesempatan untuk berkembang, terutama bagi kepentingan propaganda Jepang.
b.      Blokade pemerintah penjajahan Jepang terhadap pengaruh Barat, termasuk di dalamnya tentang teater dan perfilman Barat, sebagai media hiburan masyarakat.
Pertunjukan yang berdasarkan pada naskah, dijabarkan kedalam skenario Script , munculnya peran tegas sutradara di mulai pada ”Zaman Maya” ini. Keuntungan-keuntungan akibat tindakan pemerintah penjajahan Jepang pada saat itu antara lain adalah:
a.       Naskah-naskah drama lebih terdokumentasi
b.      Munculnya peran tegas sutradara di dalam drama dan teater. Sutradara berfungsi penuh, mulai dari menyiapkan naskah, menginterpretasikannya kedalam kemungkinan-kemungkinan pementasan, manajemen para pemain dan para teknisi panggung.
c.       Corak drama dan teater Indonesia berakar pada akar tradisi kebudayaan Indonesia, meneladani pada keberhasilan drama dan teater Barat.


(PERTEMUAN II)
Sejarah Teater Dunia

Drama Klasik
Yang disebut drama klasik adalah pada zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani dan Romawi banyak sekali karya drama yang bersifat abadi, terkenal sampai kini.
(a) Drama Yunani
Asal mula drama adalah kultus Dyonesos. Pada waktu itu, drama dikaitkan dengan upacara penyembahan kepada dewa, dan disebut tragedi. Kemudian tragedi mendapat makna lain, yaitu perjuangan manusia melawan nasib. Komedi sebagai lawan kata dari tragedi, pada zaman Yunani Kuno merupakan karikatur cerita duka dengan tujuan menyindir penderitaan hidup manusia.
Ada tiga tokoh Yunani terkenal, yaitu Plato, Aristoteles, dan Sophocles. Menurut Plato, keindahan bersifat relatif. Karya seni dipandangnya sebagai mimetik, yaitu imitasi dari kehidupan jasmaniah manusia. Imitasi menurut Plato bukan demi kepentingan imitasi itu sendiri, tetapi demi kepentingan kenyataan. Karya Plato yang terkenal adalah “The Republic”.
Aristoteles juga tokoh Yunani yang terkenal. Ia memandang karya seni bukan hanya imitasi kehidupan fisik, tetapi harus juga dipandang sebagai karya yang mengandung kebajikan dalam dirinya. Dengan demikian karya-karya itu mempunyai watak tertentu.
Sophocles adalah tokoh drama terbesar zaman Yunani. Tiga karyanya yang merupakan tragedi, merupakan karyanya bersifat abadi, dan temanya relevan sampai saat ini. Dramanya adalah "Oedipus Sang Raja", "Oedipus", dan "Antigone". Tragedi tentang nasib manusia yang mengenaskan. Dari karyanya bentuk tragedi Yunani mendapatkan warna khas.Sedang Aristophanes, adalah tokoh komedi dengan karya-karyanya “The Frogs”, “The Waps”, “The Clouds”.

(b) Drama Zaman Romawi
Terdapat tiga tokoh drama Romawi Kuno, yaitu Plutus, Terence, atau Publius Terence Afer, dan Lucius Seneca. Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula bersifat religius, lama-lama bersifat mencari uang (show biz). Bentuk pentas lebih megah dari zaman Yunani.

2.1.2 Teater Abad Pertengahan
Pengaruh gereja Katolik atas drama sangat besar pada zaman pertengahan ini. Dalam pementasan ada nyanyian yang dilagukan oleh para rahib dan diselingi dengan koor. Kemudian ada pagelaran "Pasio" seperti yang sering dilaksanakan di gereja menjelang upacara Paskah sampai saat ini.
Ciri khas abad Pertengahan, adalah sebagai berikut:
1.    pentas kereta,
2.    dekor bersifat sederhana dan simbolis,
3.    pementasan simultan bersifat berbeda dengan pementasan simultan drama mod0ern.

(a) Zaman Italia
Istilah yang populer dalam jaman Italia adalah Comedia del 'Arte yang bersumber dari komedi Yunani. Tokoh-tokohnya antara lain Dante, dengan karya-karyanya ”The Divina Comedy”, Torquato Tasso dengan karyanya drama-drama liturgis dan pastoral, dan Niccolo Machiavelli dengan karyanya “Mandrake”.
Ciri-ciri drama pada zaman ini, adalah sebagai berikut:
1.    improvisatoris atau tanpa naskah,
2.    gayanya dapat dibandingkan dengan gaya jazz, melodi ditentukan dulu, baru kemudian pemain berimprovisasi (bandingkan teater tradisional di Indonesia),
3.    cerita berdasarkan dongeng dan fantasi dan tidak berusaha mendekati kenyataan,
4.    gejala akting, pantomime, gila-gilaan, adegan dan urutan tidak diperhatikan.
Komedi Italia meluas ke Inggris dan Nederland. Gaya komedi Italia ini di Indonesia kita kenal dengan nama "seniman sinting" atau "seniman miring" dengan tokoh antara lain Marjuki (Drs.). Dibandingkan dengan drama Yunani, maka pada zaman Italia ini materi cerita disesuaikan dengan adegan yang terbatas itu. Trilogi Aristoteles mendapat perhatian.
Tokoh-tokoh pelaku dalam komedi Italia mirip tokoh-tokoh cerita pewayangan, sudah dipolakan yaitu:
1.    Arlecchino (The Hero, pemain utama),
2.    Harlekyn (punakawan/badut/clown),
3.    Pantalone (ayah sang gadis lakon),
4.    Dottere (tabib yang tolol),
5.    Capitano (kapten perebut gadis lakon),
6.    Columbina (punakawan putri),
7.    Gadis lakon (primadona yang menjadi biang lakon).

 (b) Jaman Elizabeth
Pada awal pemerintahan Raru Elizabeth I di Inggris (1558-1603), drama berkembang dengan pesatnya. Teater-teater didirikan sendiri atas prakarsa sang ratu. Shakespeare, tokoh drama abadi adalah tokoh yang hidup pada jaman Elizabeth.
Ciri-ciri naskah drama jaman Elizabeth, adalah:
1.    naskah puitis,
2.    dialognya panjang-panjang,
3.    penyusunan naskahnya lebih bebas, tidak mengikuti hukum yang sudah ada,
4.    laku bersifat simultan, berganda dan rangkap,
5.    campuran antara drama dan humor.
Tokoh besarnya adalah William Shakespeare (1564-1616), dengan karya-karyanya “The Taming of the Schrew”, “Mid Summer Night Dream”, “King Lear”, “Anthony and Cleopatra”, “Hamlet”, “Macbeth”, dan sebagainya. Hampir semuanya telah diterjemahkan oleh Trisno Sumardjo, Muh. Yamin, dan Rendra.

(c) Perancis (Moliere dan Neoklasikisme)
Tokoh-tokoh drama di Perancis antara lain Pierre Corneille (Melite, Le Cid), Jean Raccine (Phedra), Moliere, Jean Baptista Poquelin (Le Docteur Amoureux/The Love Sick Doctor, LesPreciueuses Rudicules/The Affected Young Lady, dan lain-lain), Voltaire (dengan filsafat dan karyanya yang aneh), Denis Diderot (Le Per De Famille dan Le Fils Naturel), Beaumarchais (La Barbier De Seville/Barber of Seville, Le Mariage de Fogaro/The Marriage of Fogaro).

(d) Jerman (jaman Romantik)
Tokoh-tokohnya antara lain Gotthol Ephraim Lessing (Emilia Galotti, Miss Sara Sampson, dan Nathan der Weise), Wolfgang von Goethe(Faust), Christhop Friedrich von Schiller (The Robbers, Love and Intrique, Wallenstein, dan beberapa adaptasi dari Shakespeare).

2.2 Sejarah Drama Modern
Dalam bagian ini akan dijelaskan perkembangan drama modern di beberapa negara yang melanjutkan kejayaan tradisi pementasan dan penulisan drama yang telah dimulai pada jaman Yunani Kuno. Akan dikemukakan tokoh drama seperti Ibsen (Norwegia), Strindberg (Swedia), Bernard Shaw (Inggris), tokoh dari Irlandia, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, Rusia, dan terakhir Amerika Serikat yang menunjukkan perkembangan pesat. Semua ini sekedar informasi untuk memperluas cakrawala pengetahuan kita di Indonesia tentang perkembangan drama di luar Indonesia.

(a) Norwegia (Ibsen)
Tokoh paling terkemuka dalam penulisan drama di Norwegia adalah Henrick Ibsen (1828-1906). Karyanya yang paling terkenal dan banyak dipentaskan di Indonesia adalah "Nora", saduran dari terjemahan Armyn Pane "Ratna". Karya-karya Ibsen adalah “Love's Comedy”, “The Pretenders”, “Brand and Peer Gynt” (drama puitis), “A doll's House”, “An Enemy of the people”, “The Wild Duck”, “Hedda Gableer”, dan “Roshmersholm”. Ibsen tidak memberikan karakter hitam putih, tetapi tokoh penuh tantangan, watak yang digambarkan kompleks dengan penggambaran berbagai segi kehidupan manusia. Dialognya dengan gaya prosa yang realistis dengan menekankan mutu percakapan dan bersifat realistis. Gagasan yang dikemukakan dapat membangkitakan gairah dan memikat perhatian. Problem yang di angkat dapat menjadi lelucon drama yang besar dan diambil dari problem yang timbul dalam masyarakat biasa.
(b) Swedia (August Strindberg)
    Tokoh drama paling terkenal di Swedia adalah Strindberg (1849-1912). Karya-karya drama yang bersifat historis dari Strindberg di antaranya adalah “Saga of the Folkung” dan “The Pretenders”. “Miss Julia” dan “The Father” adalah drama naturalis. Drama penting yang bersifat ekspresionistis adalah “A Dream Play”, “The Dance of Death”, dan “The Spook Sonata”.
(c) Inggris (Bernard Shaw dan Drama Modern)
Tokoh drama modern Inggris yang terpenting (setelah Shakespeare) adalah George Bernard Shaw (1856-1950) . Ia dipandang ssebagai penulis lakon terbesar dan penulis terbesar pada abad modern. Di Ingris Bernard Shaw memenduduki peringkat kedua setelah Shakespeare. Karya-karyanya antara lain adalah “Man and Superman”, “Major Barbara”, “Saint Joan”, “The Devil's Disciple”, dan “Caesar and Cleopatra”.
Tokoh drama modern di Inggris yang lain adalah James M. Barrie (1860-1937), dengan karya “Admirable Crichton”, “What Every Woman Knows”, “Dear Brutus”, dan “Peter Pan”. Noel Coward dengan karya “Blithe Spirit”. Somerest Mugham dengan karya “The Circle”. Christoper Fry dengan karya-karyanya “A Phoenic Too Frequent”, “The Lady's Not for Burning”.
(d) Irlandia (Yeats sampai O'Casey)
Tokoh penting drama Irlandia Modern adalah William Butler Yeats yang merupakan pemimpin kelompok sandiwara terkemuka di Irlandia dan Sean O'Casey (1884) dengan karyanya “The Shadow of a Gunman”, “Juno and the Paycock”, “The Plough and the Stars”, “The Silver Tassie”, “Within the Gates”, dan “The Stars Turns Red”. Tokoh lainnya adalah John Millington Synge (1871-1909) dengan karya-karya “Riders to the Sea” dan “The Playboy of the Western World”. Synge Merupakan pelopor teater Irlandia yang mengangkat dunia teater menjadi penting di sana.
(e) Perancis (dari Zola sampai Sartre)
Dua tokoh terkemuka di Perancis adalah Emile Zola (1840-1902) dan Jean Paul Sartre (1905). Karya-karya Emile Zola adalah “Therese Raquin” yang mirip “A Doll's House”. Eugene Brieux (1858-1932), menulis naskah “Corbeaux” (The Vultures), “La Parisienne” (The Woman of Paris), dan “Les Avaries” (Damaged Gods). Edmond Rostan (1868-1918) dengan karya “Les Romanasques” (The Romancers) dan “Cyrano de Bergerac”. Maurice Materlinck (1862-1949), dengan karyanya “Pelleas et Melisande” yang bercorak romantik. Jean Giraudoux (1882-1944), dengan karyanya “Amphitryen 38” dan “La Folle de Challiot” (The Madwoman of Challiot). Jean Giraudoux juga mengarang karya yang sangat terkenal, yaitu “La Guerre de Troie N'aura pas Lieu” yang diproduksi oleh Teater Broadway dengan judul "Tiger at the Gates". Di Indonesia pernah dipentaskan oleh Darmanto Jt. dengan judul "Perang Troya Tidak Akan Meletus", kisah tentang Hektor dan Helena. Jean Cocteau (1891-…) dengan karyanya La Machine Internale. Di antara pengarang selama Perang Dunia II, Jean Paul Sartre merupakan spotlight. Ia lahir pada tahun 1905 dan merupakan tokoh aliran eksistensialisme. Karya-karyanya antara lain “Huis Clos” (Ni Exit) dan “Les Mouches” (The Flies). Pengarang lainnya adalah Jean Anaoulih (1910-…) dengan karyanya “Le Bal des Voleurs” (Thieve's Carnivaly) dan “Antigone” (terjemahan dari drama Sophocles).
(f)  Jerman dan Eropa Tengah (Hauptman sampai Brecht)
Banyak sekali sumbangan Jerman terhadap drama modern. Tokoh seperti Hebbel dan temannya telah mempelopori aliran realisme. Penulis naturalis terkenal adalah Gerhart Hauptman (1862-1946) dan Arthur Schnitzler (1862-1931). Karya Hauptman antara lain adalah “The Weavers”, “The Sunken Bell”, dan “Hannele”. Karya Schnitzler antara lain “Liebelei”, “Anatol” dan “Reigen”. Pengarang lainnya Fernc Molnar (1878-1952) dengan karya “The Play's the Thing”, “The Guardsman”, dan “Liliom”. Karel Capek (1890-1938) dengan karya “The Insect Comedy” yang ditulis bersama kakaknya Yosef. Bertolt Brecht (1898-1956) dengan teaternya yang memiliki ciri-ciri an enthrailling, masterfull, achievment, energetic, forceful, full of humor. Nama teaternya adalah Berliner Ensemble (ciri tersebut berarti memikat, indah sekali, penuh prestasi, penuh energi, daya kekuatan yang tinggi, dan penuh cerita humor). Karya-karya Brecht antara lain “Threepenny Opera”, “Mother Courage”, dan “The Good Woman Setzuan”. Berline Ensemble sangat berpengaruh di masa sesudah Brecht.
(g) Italia (dari Goldoni sampai Pirandillo)
    Setelah zaman Renaissance, karya-karya drama banyak berupa opera disamping comedia dell'arte. Tokoh drama Italia antara lain Goldoni (1707-1793) dengan karyanya “Mistress of the Inn”. Gabrielle D'Annunzio (1863-1938) dan Luigi Pirandello (1867-1936) dengan karyanya “Right You Are”, “If You Think You Are”, “As You Desire Me”, “Henry IV”, “Naked”, “Six Characters in Search of an Author”, dan “Tonight We Improvise”.
(h) Spanyol (dari Benavente sampai Lorca)
Bagi Spanyol, abad XX sebagai abad kebangkitan dramatic spirit. Tokohnya antara lain Jacinto Benavente (1866-1954) yang pernah mendapat hadiah Nobel tahun 1922. Yang terkenal di Amerika, adalah karyanya yang berjudul “Los Intereses Creados” (The Bonds of Interest) dan “La Marquerida” (The Passion Flower). Sejaman dengan Benavente adalah Gregorio Martinez Sierra (1881-1947) dengan karyanya “The Cradle Song”. Pengarang paling penting pada jaman modern di Spanyol adalah penyair dan penulis drama Frederico garcia Lorca (1889-1936). Dia dipandang sebagai orang yang dikagumi oleh penyair dan dramawan W.S. Rendra. Karya Lorca antara lain adalah “Shoemaker's Prodigius Wife” dan “The House of Bernarda Alba”.
(i) Rusia (dari Pushkin sampai Andreyev)
Tzarina Katerin Agung dipandang sebagai pengembang drama di Rusia. Pengarang pertama yang dipandang serius adalah Alexander Pushkin (1799-1837) dengan karyanya “Boris Godunov”, Sebuah tragedi historis. Nikolai Gogol (1809-1852), menulis antara lain “The Inspector General”. Alexander Ostrovski (1823-1886) menulis “Enough Stupidity in Every Wise Man”. Leo Tolkstoy (1828-1910) menulis “The Power of Darkness” Selanjutnya Anton Pavlovich Chekov(1860-1904) sangat terkenal di Indonesia, dengan karyanya yang diterjemahkan menjadi "Pinangan" dan "Kebun Cherry" (The Cherry Orchid). Pohon Cherry merupakan karya besar Chekov. Karya lainnya adalah “Uncle Vanya”, “The Sea Gull”, dan “The Three Sisters”. Ada kualitas dan ciri yang sama dari karya Chekov, yaitu tragedi senyap, hasrat, kerinduan, dan karakter yang hidup. Pengarang lain adalah Maxim Gorki (1868-1936) dengan karyanya “The Lower Depth”. Leonid Andreyev (1971-1919) dengan karyany “The Live of Man”, “King Hunger”, dan “He Who Gets Slapped”.
(j) Amerika (Godfrey sampai Miller)
Pengarang drama yang paling awal di Amerika adalah Thomas Godfrey, dengan karya “The Prince of Parthia” (1767). Harriet Beecher Stowe (1811-1896) menulis “The Octoroon”. David Belasco (1854-1931) menulis “The Girl of Goldent West”. Bronsin Howard (1842-1908) menulis “Shenandoah”. James A. Henre (1839-1901).


(PERTEMUAN III)
PENOKOHAN


Dalam prosa fiksi terdapat unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu sendiri. Baik novel maupun cerpen
semuanya memiliki unsur-unsur intrinsik. Pratiwi (2005:41) menyatakan unsur-unsur intrinsik adalah unsur yang membentuk
cerpen dari dalam sastra itu sendiri yang meliputi alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, tema, dan
amanat. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual
akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.
Analisis ini akan difokuskan pada unsur intrinsik, yaitu tokoh dan penokohan. Dalam pembicaraan sebuah cerita pendek
sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi
secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama.
1.1 Tokoh
Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama , yang oleh pembaca ditafsirkan
memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Selain itu, menurut Anonim (2003:115) tokoh adalah orang yang memainkan peran tertentu dalam karya sastra.
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh
sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu.
1.      Tokoh sentral protagonis. Tokoh sentral protagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan positif atau
menyampaikan nilai-nilai pisitif.
2.      Tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan yang
bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi
tiga, yaitu
1.      Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercataan tokoh sentral (protagonis
atau antagonis).
2.      Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
3.      Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Berdasarkan cara menampikan perwatakannya, tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
1.      Tokoh datar/sederhana/pipih. Yaitu tokoh yang diungkapkan atau disoroti dari satu segi watak saja. Tokoh ini
bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama sekali (misalnya tokoh kartun,
kancil, film animasi).
2.      Tokoh bulat/komplek/bundar. Yaitu tokoh yang seluruh segi wataknya diungkapkan. Tokoh ini sangat dinamis,
banyak mengalami perubahan watak. (http://agsuyoto.wordpress.com).
1.2  karakter Tokoh (Watak)Karakter adalah sifat atau watak yang dibuat oleh pengarang untuk membedakan masing-masing tokoh dalam cerita.
Karakter yang dibuat pengarang beragam, diantaranya egois, pendiam, pemarah, dan masih banyak lagi yang lainnya.
1.3 Penokohan
Yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada beberapa metode penyajian watak
tokoh, yaitu.
1.      Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara
langsung.
2.      Metode dramatik/taklangsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan
tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau
tempat tokoh.
3.      Metode kontekstual. Yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang.
Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM (dalam Suyoto. (http://agsuyoto.wordpress.com), ada lima cara menyajikan watak
tokoh, yaitu
1.      Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama abagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
2.      Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang
berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
3.      Melalui penggambaran fisik tokoh.
4.      Melalui pikiran-pikirannya
5.      Melalui penerangan langsung. Tokoh dan latar memang merupakan dua unsur cerita rekaan yang erat
berhubungan dan saling mendukung. (http://agsuyoto.wordpress.com).
Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus
mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam
sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada
teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
I.                   Analisis Tokoh dan penokohan Cerpen "Akal" Karya Fatma Elly
Cerpen yang di tulis oleh Fatma Elly ini, mengandung amanat yang sangat berguna bagi pembaca. Sebelum menganalisis
tokoh dan penokohan, simak sinopsis cerita cerpen tersebut berikut ini.
Sinopsis:
Diceritakan seorang lelaki yang berusia empat puluhan. Ia tinggal sendiri di rumah peninggalan orang tua, tanpa seorangpun
yang mendampingi. Ia selalu sedih, dalam kegagalan dan kesepian. Ia selalu teringat Ibu. Orang yang terakhir
mendampinginya setelah kematian ayah. Dan ia adalah seorang sarjana.
Walaupun ia seorang sarjana, hingga kematian ibunya ia belum mendapatkan pekerjaan. Hatinya tersas semakin pedih.
Betapa tidak ? Ia belum dapat membahagiakan, mengurus dan merawat terhadap penyakit yang diderita ibu, maut telah
menjemput nyawa ibunya. Konon ibu yang sangat menyayanginya itu telah berjuang menyekolahkan, membanting tulang
dengan berdagang barang pecahbelah, hanya karena ingin ia menjadi seorang sarjana. Mendapatkan pekerjaan, menjaddi
orang yang terpandang dan bahagia. Bukan orang miskin yang hidupnya melarat.
Begitulah, Ibu meninggal. Ia belum juga mendapatkan pekerjaan. Dan segala sesuatu tentang ibunya sangat membebani
pikirannya. Terutama sekali ketidakberdayaan membahagiakan ibu lewat materi. Disamping masalahnya sendiri. Teman
pendamping yang bisa menemani, menghibur diri, mengurus rumahnya itu, tidak juga didapati.Setelah itu, ia bertemu dan diajak oleh Iwan pemuda yang baru dikenal saat ia mengamen di sebuah restoran datang ke
pesta ulang tahun. Ia diminta Iwan untuk menyanyi di dalam grup band miliknya. Yang bisa meledak dalam pembuatankaset
atau videoklipnya. Diiming-imingi seperti itu ia pun menyetujui. Dan ia pun datang ke pesta ulang tahun bersama Iwan. Ia
menyanyikan beberapa lagu dan mendapatkan sambutan. Bahkan ia mendapat teman gadis-gadis cantik, minum dan
bersenang.
Ternyata Iwan mempunyai niat yang jahat. Dalam rokok yang dihisapnya diberi suatu campuran yang diketahuinya sebagai
ganja. Tidak hanya itu, sabu-sabu juga diberikan Iwan kepadanya. Dikenalkan dengan Rika. Dalampelukan Rika dan barang
tersebut ia semakin terpaut, lupa dan semaput. Akhirnya, jadilah ia pengedar. Permintaan Iwan dan Rika tidak bisa ditolak.
Karena ia pun sangat memerlukan.
Hari demi hari, bulan demi bulan, hingga tahun, ia semakin tercandui barang haram tersebut. Dan kebutuhan terhadap
barang itu diperolehnya melalui pekerjaannya sebagai pengedar. Sesekali ia memberontak, "Ternyata kau seorang
pembunuh Wan". Lucunya ia tak pernah mau menghindar dari iwan. Iwan baginya sudah sedemikian memerangkapnya,
memasungnya dalam kebutuhan terhadap barang haram tersebut. Apalagi dengan ketiadaan ekonomi dan kerja selain itu.
Hingga suatu saat, ia semakin dirasuki bayang-bayang dan suara-suara. Takut, cemas, dendam, sakit hati, sepi, tegang
menyebabkannya tidak sanggup lagi berdiri diatas fakta alam yang nyata. Pengaruh barang haram tersebut, yang sudah
sedemikian lama dipakai tambah merusak otak, akal, dan jiwanya. Dan jadilah ia sebagai orang yang dikenal dengan
sebutan: "Orang gila yang tidak waras lagi akalnya".
2.1 Tokoh
Adapun tokoh yang terdapat dalam cerpen ini, yaitu:
1)      Lelaki itu/ia (Tokoh Utama)
Berdasarkan kerangka teori di atas, Ia dalam cerpen ini teramasuk dalam tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral
antagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan
nilai-nilai negatif.
2)      Ibu (Tokoh bawahan)
Dalam cerpen ini ibu termasuk tokoh bawahan tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali
memegang peran dalam peristiwa cerita.
3)      Iwan (Tokoh bawahan)
Dalam cerpen ini,Iwan termasuk tokoh bawahan andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi
kepercataan tokoh sentral (protagonis atau antagonis).
4)      Rika (Tokoh bawahan)
Dalam cerpen ini, Rika termasuk tokoh bawahan lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau
berfungsi sebagai latar cerita saja.
2.2 Karakter Tokoh
1.      Ia, mempunyai karakter penurut, lemah, dan mudah terpengaruh.
2.      Ibu, mempunyai karakter sabar, peduli, dan seorang pekerja keras.
3.      Iwan, mempunyai karakter egois.
4.      Rika, sebagai tokoh bawahan lataran tidak disebutkan karakternya.
2.3 PenokohanBerdasarkan kerangka teori yang sudah disebutkan di atas. Pengarang menggunakan metode
dramatik/taklangsung/ragaan dalam penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Yaitu penyajian watak tokoh
melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya
serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
1)      Lelaki itu/ia digambarkan sebagai seorang laki-laki yang pantang menyerah, tidak mudah putus asa. Ia selalu
berusaha untuk memperoleh pekerjaan demi membahagiakan ibu tercinta. Walaupun hingga ibunya meninggal ia
masih belum memperoleh pekerjaan.
2)      Ibu digambarkan sebagai seorang perempuan yang sabar. Membiayai kuliah anaknya dengan bekerja keras
menjadi pedagang. Walaupun anaknya belum mendapatkanpekerjaan, ia selalu memberi semangat agar anaknya
tidak putus asa.
3)      Iwan digambarkan sebagai seorang lelaki yang baik, tetapi iawan juga mempunyai sifat egois. Kebaikannya,
yaitu telah memberikan pekerjaan kepada lelaki itu. Namun, secara tidak langsung Iwan sudah menjebaknya
kedalam kehancuran.
4)      Untuk tokoh Rika tidak bisa dideskripsikan. Rika hanya disebutkan namanya saja.

0 komentar: